Gelombang aksi buruh belum menandakan akan berhenti. Bahkan, diperkirakan bakal lebih besar lagi. Pernyataan Ketua DPR Agung Laksono yang menegaskan bahwa janji Komisi IX DPR yang tak akan membahas revisi Undang-undang Ketenagakerjaan bukan pernyataan resmi DPR, akan memicu aksi buruh yang lebih hebat. Bagaimana pendapat pimpinan buruh? Berikut wawancara Rakyat Merdeka dengan Ketua Umum Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Seluruh Indonesia (Gaspermindo), Jumhur Hidayat di kantornya, Rabu (3/5).
BAGAIMANA perkembangan aksi buruh di Jakarta dan daerah-daerah lain untuk menolak Revisi UU No 13/2003?Untuk sementara, kita memang cooling down dulu setelah aksi-aksi kemarin. Tapi, kita janji aksi tak akan berhenti sampai di sini saja bila ternyata DPR ingkar janji.
Maksudnya?
Sebelumnya kan Komisi IX DPR sudah berjanji, bahwa DPR tak akan membahas revisi Undang-undang Ketenagakerjaan yang bakal diajukan oleh pemerintah. Nah, kalau janji ini dilanggar dan terbukti anggota Dewan kongkalikong dengan pemerintah untuk meloloskan revisi undang-undang itu, jangan salahkan bila buruh kembali melakukan aksi unjuk rasa yang lebih hebat lagi.
Aksi seperti apa yang akan dilakukan?
Bisa saja berupa pendudukan terhadap gedung DPR dan DPRD provinsi/kabupaten/kotamadya se-Indonesia. Bahkan, gedung-gedung pemerintah juga ikut diduduki.
Apakah arahnya mengerucut kepada penjatuhan terhadap pemerintahan yang sah?
Anda sudah tahu lah itu. Coba saja bayangkan, 500 ribu buruh menduduki Istana dan gedung DPR. Bisa saja muncul ketidakpercayaan terhadap pemerintahan yang ada. Berarti memang pemerintah keras kepala.
Ada sinyalemen aksi buruh tidak murni. Artinya, aksi itu ditunggangi dan bayaran?
Asal tahu saja ya, buruh itu menggelar demo ini atas biaya sendiri. Mereka keluar uang hingga Rp 20 ribu untuk sewa kendaraan. Mereka rela panas-panasan naik truk. Kenapa mereka melakukan itu. Karena, kalau undang-undang ini diberlakukan mereka bisa hancur. Saya yakin nggak ada gerakan sebesar itu kalau dibayar. Kalau aksi itu dibayarin, paling lama cuma sejam, terus pulang. Tapi, aksi 1 Mei kemarin hingga 5 jam lebih dan dalam jumlah massa yang cukup besar. Siapa yang mau bayarin. Perlu tahu ya, nggak akan cukup duit delapan sampai sepuluh miliar rupiah hanya untuk demo seperti kemarin. Siapa yang mau nanggung uang segede itu.
Sesungguhnya, bagaimana sih peta perburuhan di Indonesia ini?
Bisa saya gambarkan. Di Indonesia saat ini ada 4 konfederasi. Konfederasi ini merupakan gabungan dari federasi-federasi pekerja yang ada. Kita tahu, di Indonesia ini ada 87 federasi buruh. Beberapa federasi itu kemudian berkumpul membentuk satu konfederasi. Dari empat konfederasi ini menaungi hampir setengah federasi yang ada. Sisanya masih bebas alias berdiri sendiri.
Apa saja ke empat konfederasi itu?Konfederasi apa saja yang menggelar aksi 1 dan 3 Mei kemarin?
Ke empat konfederasi ini diantaranya ada KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) punyanya Jacob Nuwawea yang kini Ketua Umumnya Syukur Sarto. Kedua, KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) yang bosnya almarhum Rustam Arsyad. Dan terakhir, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) yang dipimpin Rekson Silaban. Nah, beberapa federasi buruh yang masih bebas diantaranya Gaspermindo, ISPI, IBJ yang dalam aksi senin (1/5) kemarin bergabung dalam satu kesatuan yang disebut Aliansi Buruh Menggugat (ABM). Selain ABM, aksi Senin juga diikuti oleh KSPI dan KSBSI. Sedangkan yang hari Rabu (3/5) dan akhirnya rusuh itu KSPSI.
Apa sebenarnya yang jadi harapan besar para buruh?
Jangan lagi buruh selalu dikambing-hitamkan. Sebab, selama ini bukan buruh yang menyebabkan investor ogah masuk ke Indonesia. Pemerintah seharusnya bisa menyatukan para buruh dan pengusaha agar bisa membangun produktifitas bersama.
Cara yang dilakukan adalah dengan menghilangkan semua hambatan-hambatan yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan produksi dan investasi seperti pungli dan tumpang tidihnya kebijakan, serta soal perpajakan. Selama ini, pengusaha yang ingin mengeksplorasi minyak di Indonesia, belum dapat hasil apa-apa sudah dimintai pajaknya. Harusnya kan kerja dulu. Dapat sumber minyaknya, ada untungnya baru dikenakan pajaknya. Sekarang kan nggak begitu. Ini nggak fair dan jelas memberatkan pengusaha. Itu baru dari soal pajak.
Apa lagi yang membuat investor enggan berinvestasi di Indonesia selain yang anda contohkan itu?
Ada lagi bea cukai kita yang tidak sehat. Bayangkan, 70 persen produk elektronika kita itu disinyalir adalah barang gelap. Gimana mau investasi di indonesia kalau pasar di indonesia sendiri kalah bersaing karena banyak masuk barang selundupan. Jadi, tidak logis kalau investor takut berinvestasi karena soal perburuhannya. Soal buruh itu adalah yang paling terakhir. Bukan masalah utama yang harus segera dituntaskan.
Saya bisa katakan, bahwa upah buruh di Indonesia itu hanya sekitar tujuh hingga sepuluh persen dari total cost yang memang harus dikeluarkan perusahaan disamping listrik, air dan segala macam pungli. Akibatnya, biaya produksi jadi tinggi sedangkan daya beli masyarakat menurun akibat kenaikan BBM. Coba Anda bandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Rata-rata upah buruh sudah mencapai 21 persen dari total cost mereka. Ini cukup imbang, karena memang daya beli masyarakatnya tinggi.
Melihat ketimpangan itu, anda ingin menjelaskan bahwa cukup realistis peningkatan kesejahteraan terhadap buruh?
Jadi, kalau buruh minta peningkatan kesejahteraan dua kali lipat saja itu masih sangat mungkin. Bahkan, kalau kita lihat di Eropa itu, upah buruh bisa mencapai 40 persen dari total cost. Contoh saja perusahaan elektronik Sony. Dia hengkang dari Tangerang karena tak sanggup dengan kebijakan pemerintah yang dinilai tak mampu melindungi para pengusaha. Bukan dari buruh, tapi dari masalah-masalah pungli dan penyelundupan. Setelah hengkang dari Indonesia, Sony lari kemana? Dia lari ke Malaysia padahal upah buruh disana jauh lebih besar dari upah buruh di Indonesia. Kenapa dia milih ke Malaysia? Karena di Malaysia instabilitas kebijakannya jelas. Tidak ada pungli, tidak ada yang aneh-aneh. Jadi, upah buruhnya tinggi nggak ada masalah, wong hasil produktifitasnya tinggi.
Kembali ke soal aksi demo buruh. Bagaimana bila pemerintah tetap ngotot menggolkan revisi UU Ketenagakerjaan itu?
Silakan Pemerintah teriak teriak. Yang penting, kalau DPR sudah menegaskan untuk tidak membahasnya ya pasti nggak akan jadi undang-undangnya.
Bagaimana dengan pernyataan Wapres Yusuf Kalla yang tetap akan membahasnya dengan kalangan akademisi sebelum kemudian digulirkan ke DPR?
Selama isinya masih sama dengan draft yang ada saat ini, buruh tetap menolak. Pernyataan Wakil Presiden adalah upaya provokasi terhadap para buruh. Pernyataan Wapres justru bukan membuat tenang buruh, melainkan akan memicu reaksi dan emosi buruh.
Revisi yang kita dengar sekarang itu sudah menjadi hantu yang menakutkan. Jadi, dengar kata revisi itu, buat buruh sudah seperti melihat hantu. Padahal, memang saya akui arti revisi itu bisa memperbaiki. Apakah UU itu jadi lebih baik atau malah lebih buruk. Tapi kalau kita melihat drafnya yang beredar dan katanya berasal dari pemerintah, itu memang jahat dan sangat merugikan buruh.
Kenapa pemerintah begitu ngotot merevisi UU Ketenagakerjaan itu?
Saya nggak tahu. Tanya dong ke pemerintah. Bisa saya jelaskan bahwa problem investasi itu sebenarnya bukan karena problem tenaga kerjanya. Selama ini pemerintah mengkambinghitamkan buruh yang membuat para investor ogah berinvestasi di Indonesia. Padahal bukan itu penyebabnya. Tapi karena tidak adanya proteksi yang jelas dari pemerintah. Bayangkan saat ini kebijakan pemerintah terhadap masuknya barang impor sangat jor-joran. Ambil contoh di bidang pertanian. Proteksi kita sangat lemah sekali.
Maksud Anda?
Misalnya beras dari luar negeri harganya justru lebih rendah dibandingkan dengan harga beras di dalam negeri. Bagaimana usaha pertanian kita bisa lebih maju kalau seperti itu. Lihat dong di Jepang. Harga beras impor jauh lebih mahal hingga 400-500 persen dari harga beras lokal. Otomatis orang akan memilih membeli beras lokal ketimbang beras impor. Di Indonesia kan kebalikannya. Ada lagi soal penindakan terhadap penyelundupan. Kita ini kurang tegas terhadap pelaku penyelundupan. Berapa banyak beredar barang-barang elektronik di Indonesia yang merupakan selundupan. Inilah yang membuat investor ogah ke Indonesia.
Apakah ini menunjukkan bahwa pemerintah tak mampu membuat kebijakan yang tegas soal ekonomi, khususnya untuk memproteksi produksi yang ada di Indonesia?
Kalau mau jujur ya, orang-orang di kabinet sekarang ideologinya adalah neo-liberalisme. Bahkan, bisa saya katakan ultra-liberal. Sebab, kalau neo-liberal saja masih mau berpikir soal proteksi. Bagaimana mau melindungi produksi dalam negeri, kalau tidak ada proteksi dari pemerintah dan membuka pintu lebar-lebar terhadap barang impor.
Apa solusinya?
Ada beberapa menteri di kabinetnya SBY-JK ini yang sangat berbahaya bagi rakyat. Mereka itu penganut faham neo-liberal yang kebablasan. Bisa saya sebut; Sri Mulyani, Budiono dan Marie Pangestu. Tiga orang inilah punggawa-punggawa setia dari mazhab neo-liberalis yang akan menyengsarakan rakyat Indonesia. Kalau menurut saya, sebelum berfikir menjatuhkan pemerintahan SBY-JK, diganti dulu tim ekonomi ini. Kalau ternyata tidak diganti juga, saya yakin keadaan ekonomi kita akan makin ambruk.
Lalu, apa yang harus dilakukan oleh tim ekonomi?
Kita harus berani berkata tegas dengan stop dulu bayar hutang. Yah sekitar lima hingga sepuluh tahun. Atau tetap membayar hutang tidak lebih dari lima hingga tujuh persen dari total APBN kita. Setelah itu, sambil jalan kita negosiasi ulang untuk bisa minta potongan bunga atau minta rescheduling. Dana itu nantinya bisa kita alihkan untuk pembenahan ke dalam. Coba anda bayangkan punya uang Rp 170 triliun hanya untuk bayar utang dan bunganya. Padahal busung lapar dimana-mana. Pengangguran banyak. Setiap jam 24 bayi mati di Indonesia, kok kita malah mikirin bayar hutang terus secara gede-gedean.
Sumber Berita : RAKYAT MERDEKA