Al-Khilafah - Sungguh ironi di negeri ini, di saat rakyat melarat mengalami kesulitan akibat dampak sistemik diterapkannya ekonomi kapitalis, rakyat akan di suguhkan pemandangan dengan naiknya gaji prisiden yang di ikuti oleh 8000 pejabat lainnya. Kenaikan gaji itu sebesar 10 persen dari gaji pokok (metro tv 27/1/11). Entah apa yang ada di benak otak para pemimpin negeri ini, Seolah mereka buta dengan kondisi kemiskinan dan kelaparan yang terjadi di negeri ini.
Mereka mengklaim telah berhasil dalam melaksanakan pembangunan, ini terlihat dari angka pengangguran dan kemiskinan yang menunjukan penurunan. Di saat bersamaan pemerintah bangga pertumbuhan ekonomi indonesia sesuai target yakni 6,1 persen pada tahun 2010. Ini terlihat dari pernyataan menteri perekonomian Hattarajasa yang di kutip oleh Rizal Ramli seorang pengamat ekonomi dari ECONIT. bahwa pemerintahan 2010 merasa bangga karena pencapain pertumbuhan ekonomi tahun 2010 telah mencapai target yakni 6 % (metro tv/1/1/11).
Yang menjadi pertanyaan bagi kita, betulkah angka pengangguran dan kemiskinan semakin turun? lalu apakah pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yakni 6,1 persen tersebut berdampak langsung terhadap kesejahteran rakyat?
Tentu keberhasilan suatu pemerintahan bukan saja dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi beserta pendapatan perkapitanya saja, tetapi dapat dilihat dari keberhasilan bangsa tersebut dalam meningkatkan kesejahteraan, sedangkan indikator dari kesejahteraan selain pendapatan perkapita yang meningkat tetapi juga pemerataan pembagian pendapatan tersebut yang merata baik antar individu maupun antar kelompok masyarakat.
Pemerintah selama ini sering mengklaim bahwa APBN disusun untuk menciptakan sebanyak mungkin lapangan pekerjaan, mengentaskan kemiskinan, menciptakan pertumbuhan yang tinggi dan mendukung kelestarian lingkungan.
Namun nyatanya, besaran APBN justru lebih untuk kepentingan birokrat, politisi dan Pemerintah. Dari hasil analisis Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) terhadap APBN 2011, ditemukan data bahwa anggaran ‘pelesiran’ Pemerintah pada 2011 membengkak: dari rencana Rp 20,9 triliun dalam RAPBN 2011 menjadi Rp 24,5 triliun dalam realisasi APBN 2011.
Menurut FITRA, Pemerintah terkesan hendak menyembunyikan hal itu. ”Belanja perjalanan yang biasanya diuraikan pada nomenklatur belanja barang, pada dokumen Data Pokok APBN 2011 tidak lagi dicantumkan. Rupanya, untuk menghindari kritik masyarakat atas membengkaknya belanja perjalanan, Pemerintah justru menutupi belanja perjalanan ini,” tegas Sekjen FITRA, Yuna Farhan.
Menurut Yuna, belanja perjalanan adalah belanja yang terus membengkak setiap tahunnya. Dalam APBN 2009, misalnya, alokasi belanja perjalanan ‘hanya’ Rp 2,9 triliun. Namun, dalam APBN-P 2009 melonjak menjadi Rp 12,7 triliun, bahkan dalam realisasinya membengkak menjadi Rp 15,2 triliun. Lalu dalam APBN 2010, Pemerintah menetapkan anggaran perjalanan Rp 16,2 triliun, kemudian membengkak menjadi Rp 19,5 triliun dalam APBN-P (Republika, 17/1/2011)
Selain itu fasilitas kenegaraan presiden yang masif. seperti di ungkap Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk transparansi anggaran (FITRA) total anggaran untuk istana presiden tahun 2010 mencapai 203,8 milyar. misalnya 42 milyar untuk pos anggaran baju baru presiden dan mebeler istana. dan 60 milyar untuk renovsi renovasi gedung Setneg. sedangkan perjalanan presiden menghabiskan anggaran 2010 179 milyar lebih.
Sebagaimana diketahui, belanja perjalanan selama ini menjadi lahan subur penghasilan baru pejabat. Berdasarkan hasil audit BPK pada Semester I 2010, belanja perjalanan adalah belanja yang paling banyak mengalami penyimpangan. Setidaknya ditemukan penyimpangan anggaran perjalanan dinas di 35 kementerian/lembaga senilai Rp 73,5 miliar. Angka penyimpangan sebenarnya diyakini jauh lebih besar dari angka itu mengingat audit yang dilakukan oleh BPK beluk secara menyeluruh dan detil. Selain biaya perjalanan, juga ada rencana pembelian mobil dinas dengan total mencapai Rp 32,572 miliar, selain biaya perawatan gedung yang mencapai Rp 6,1 triliun.
Di sisi lain, DPR telah memutuskan tetap membangun gedung baru. Gedung baru itu akan dibangun 36 lantai dengan luas sekitar 161.000 meter persegi dengan biaya Rp 1,3 triliun. tak tanggung-tanggung gedung tersebut pun akan di fasilitasi dengan kolam renang dan tempat spa.
Sungguh ironi disatu sisi pemerintah begitu mudahnya menggunakan uang rakyat untuk kepentingan yang tidak ada hasilnya kepada rakyat, tetapi di sisi lain, dengan alasan untuk menghemat anggaran, Pemerintah menaikan TDL sebesar 15% karena deficit APBN. Begitupun dengan BBM, pemerintah memutuskan melakukan pembatasan BBM bersubsidi yang direncanakan bulan maret ini. Padahal, seperti yang diprediksi oleh BPS, pembatasan BBM bersubsidi itu pasti menyebabkan kenaikan harga barang atau inflasi. Ujung-ujungnya rakyat secara umum jugalah yang harus menanggung akibatnya.
walhasil jika itu menyangkut kepentingan para pejabat, maka kebijakan tersebut akan langsung di ketuk palu yang artinya di sahkan. Alasan bahwa akan membebani APBN dan akan membuat deficit APBN pun tidak ada. Tetapi jika sudah menyangkut kepentingan public, banyak sekali alasan yang dilontarkan oleh para pejabat negeri ini bahkan tidak sedikit alasan tersebut tidak masuk akal.
Pada saat bersamaan pemerintah selalu memangkas subsidi bagi rakyat, ini terlihat dari belanja fungsi kesehatan dari 19,8 triliun Rupiah di APBN P 2010 menjadi 13,6 triliun Rupiah di APBN 2011. Anggaran yang dialokasikan untuk menanggulangi gizi buruk pada balita hanya Rp 209,5 miliar. Padahal dari berbagai data, di Indonesia terdapat 4,1 juta balita yang mengalami gizi buruk. Artinya, untuk satu balita hanya dialokasikan sekitar Rp 50 ribuan/balita/tahun atau sekitar Rp 4 ribuan/balita/bulan.
Dalam APBN 2010 tahun kemarin yang disusun oleh orang-orang yang sekarang juga masih duduk di dalam kabinet, anggaran untuk BLT ternyata tidak ada, padahal program BLT dibanggakan dalam kampanye dan dijanjikan akan berlanjut. Subsidi obat generik yang pada APBN-P 2009 besarnya Rp 350 miliar, pada APBN 2010 dihapus. Subsidi pangan dianggarkan 11,4 triliun menurun dari Rp 12,987 triliun pada APBN-P 2009. Jumlah itu diprediksi hanya cukup untuk melaksanakan program raskin 15 kg per bulan bagi 17,5 juta rumah tangga sasaran (RTS) selama 10 bulan. Subsidi pupuk yang di APBN-P 2009 sebesar Rp 18,43 triliun dipangkas Rp 7,13 triliun atau 38,68 % menjadi Rp 11,3 triliun. Meskipun subsidi benih memang naik dari Rp 1,315 triliun (APBN-P 2009) menjadi Rp 1,6 triliun.(www.hizbut-tahrir.org). artinya APBN tahun ini pun tidak akan jauh berbeda.
Dalam berbagai forum, Indonesia mendapat pujian sebagai negara demokratis. Namun, apakah dengan status demokratisnya negeri ini telah mampu melahirkan kepemimpinan yang amanah? Apakah demokrasi bisa mewujudkan kesejahteraan dan keadilan dalam seluruh aspek kehidupan warga negaranya?
Tentu ironi, kalau melihat fakta aktual: sepanjang tahun 2010 tercatat 148 dari 244 kepala daerah menjadi tersangka. Kebanyakan tersangkut kasus korupsi. Bahkan sebagian dari pemenang Pilkada 2010 berstatus tersangka dan meringkuk di penjara. Contoh nyata, Jefferson Soleiman Montesqiu Rumajar terpilih menjadi Walikota Tomohon-Sulut periode 2010-2015 dan dilantik oleh Gubernur Sulawesi Utara, Sinyo Harry Sarundajang, pada rapat paripurna istimewa DPRD Tomohon, di Jakarta, Jumat (7/1).
Demokratisasi di negeri inipun memakan biaya yang sangat besar tetapi hasilnya nol. ini terlihat Selama tahun 2010, tercatat sebanyak 244 Pilkada dilangsungkan dengan menelan biaya lebih dari Rp 4,2 triliun. Perlu dicatat, beberapa Pilkada akhirnya juga mengalami pengulangan pada tahun 2011 seperti kasus di Tangerang Selatan, setelah MK menerima gugatan ihwal banyaknya kecurangan dalam pelaksanaannya. Biaya ini jauh lebih besar daripada Pilkada tahun sebelumnya. Pilkada Tahun 2007 yang berlangsung di 226 daerah saja, yakni di 11 provinsi dan 215 kabupaten/kota, menelan dana sekitar Rp 1,25 triliun. Penghamburan uang rakyat itu terjadi di tengah-tengah kondisi yang sangat memilukan; pada tahun 2010 tercatat lebih dari 31 juta (13,3%) dari 237 juta penduduk Indonesia dalam kondisi miskin luar biasa. Dalam hal ini, hasil Pilkada tak pernah mengubah nasib rakyat. Yang berubah nasibnya hanyalah para penguasa dan kroni-kroninya saja.
Sumber Berita :
Home »
Surat Kabar
» Kapitalisme Telah Sukses Melahirkan Pejabat Korup
Kapitalisme Telah Sukses Melahirkan Pejabat Korup
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website
Ikrar Anggota :
IKRAR ANGGOTA SPSI :
1. Kami Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kami Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang setia kepada Pancasila dan UUD 1945, serta taat kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
3. Kami Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang selalu siap mempertahankan persatuan dan kesatuan Bangsa.
4. Kami Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang beretos kerja Produktif, Jujur, Disiplin dan Bertanggung Jawab.
5. Kami Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang siap bertekad mengembangkan kemitraan dalam Hubungan Industrial.
1. Kami Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kami Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang setia kepada Pancasila dan UUD 1945, serta taat kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
3. Kami Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang selalu siap mempertahankan persatuan dan kesatuan Bangsa.
4. Kami Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang beretos kerja Produktif, Jujur, Disiplin dan Bertanggung Jawab.
5. Kami Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang siap bertekad mengembangkan kemitraan dalam Hubungan Industrial.