Kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun secara tulisan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, serta mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum merupakan hak setiap warga Negara. Untuk mewujudkan kemerdekaan berserikat pekerja,/buruh berhak membentuk dan mengembangkan serikat pekerja/serikat buruh yang bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Serikat pekerja/serikat buruh merupakan syarat untuk memperjuangkan, melindungi, dan membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya, serta mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan.
Keberadaan serikat pekerja/serikat buruh saat ini lebih terjamin dengan diundangkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2000. Sebelum adanya UU No. 21 Tahun 2000, kedudukan serikat pekerja/serikat buruh secara umum dianggap hanyalah sebagai kepanjangan tangan atau boneka dari Pemilik Modal. Hal ini karena pada masa Orde Baru serikat pekerja/serikat buruh hanya diperbolehkan satu yaitu Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Hampir sepuluh tahun sudah, Pemerintah mengundangkan Undang-undang No. 21 Tahun 2000, yang menjadi landasan hukum bagi berdirinya serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB). Kehadiran UU No. 21 Tahun 2000 sebagai kran demokrasi bagi pekerja/buruh dalam mendirikan SP/SB, tanpa disadari melahirkan banyak SP/SB di Indonesia. Sedangkan, semakin bertambahnya SP/SB, ternyata tidak dibarengi dengan peningkatan jumlah pekerja/buruh di perusahaan yang masuk menjadi anggota SP/SB¹.
Gerakan SP/SB secara terus menerus dipatahkan, walau dilindungi oleh konstitusi Undang Undang Dasar 1945. Kepentingan Pemilik Modal yang didukung oleh Penguasa, memastikan diri menjadi pemenang dalam pemandulan gerakan SP/SB.
Kebebasan berserikat belum diiringi dengan penegakkan hukum oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang setara dengan Pegawai Penyidik Kepolisian Republik Indonesia di setiap instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan (Dinas Tenaga Kerja) setempat. Laporan pekerja/buruh mengenai adanya dugaan tindak pidana terhadap pendirian SP/SB di perusahaan, seolah-olah tidak menarik minat Pegawai Pengawas. Minimnya alokasi anggaran daerah untuk kegiatan pengawasan ketenagakerjaan², menjadi salah satu faktor penyebab ke-enggan-an Pegawai Pengawas dalam menelusuri tindak pidana kebebasan berserikat.
Selain itu, kekhawatiran akan larinya investor (pemilik modal) ke luar daerah menjadi perhatian para penguasa daerah (baca : raja-raja kecil seperti walikota, bupati dan gubernur), sebagai akibat keberpihakkan penguasa kepada pekerja/buruh, dengan dijeratnya Pemilik Modal ke pengadilan pidana umum atas perbuatannya melakukan penghalang-halangan terhadap kebebasan berserikat.
Tugas dan fungsi SP/SB yang semula melakukan organisir terhadap pekerja/buruh yang belum menjadi anggota salah satu SP/SB, dihambat oleh Penguasa dengan lahirnya Undang-undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI), dimana mekanisme penyelesaian perselisihan perburuhan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), dengan menggunakan Hukum Acara Perdata.
Pekerja/Buruh dan Pengusaha dibenturkan dalam satu arena penyelesaian perselisihan perburuhan yang secara kedudukan telah tidak seimbang. Pengusaha yang dilengkapi dengan sumber daya manusia dan keuangan dalam menyelesaikan setiap perselisihan perburuhan, harus menghadapi pekerja/buruh yang lemah sumber daya manusia dan keuangannya. Sedangkan, Penguasa yang seharusnya berperan melindungi pekerja/buruh sebagai bagian dari rakyat kecil yang lemah sumber dayanya, menarik diri dari arena penyelesaian perselisihan perburuhan. Pengusaha jauh lebih lihai karena memiliki dana untuk menyewa advokat prefesional. Tidak jarang di PHI ditemukan untuk kasus PHK 1 orang, pengusaha menyewa 3 orang advokat melawan buruh³.
UU PPHI berhasil menggerus gerakan SP/SB, yang kini “sibuk” dengan penanganan penyelesaian perselisihan perburuhan di PHI, dimana SP/SB dituntut untuk dapat beracara layaknya seorang Pengacara di hadapan Hakim, dan wajib menghadiri setiap persidangan yang di gelar untuk itu sebanyak 7 sampai dengan 10 kali persidangan.
Mogok kerja yang menjadi hak dasar SP/SB sebagai alat penyeimbang menghadapi kekuatan Pemilik Modal, telah dipangkas dengan syarat-syarat yang mengkebiri hak dasar SP/SB itu. Mogok yang tidak memenuhi salah satu syarat yang ditentukan, digolongkan sebagai mogok kerja tidak sah dan dapat berakibat pemutusan hubungan kerja tanpa pesangon.
Kebersamaan antar SP/SB yang serasa, senasib dan seperjuangan, kini semakin diberikan jurang yang lebar oleh Penguasa, dengan mencantumkan perselisihan antara SP/SB menjadi salah satu bentuk perselisihan hubungan industrial. Konflik antar SP/SB dipertajam, agar tidak ada kebersamaan. Pembedaan internal antar SP/SB-pun semakin kuat membedakan dan mengkotak-kotakkan jenis-jenis SP/SB (kuning dan sejati4), yang akar masalahnya adalah hanya karena perbedaan strategi dan kebijakan politik internal.
Kebebasan berserikat yang didengungkan oleh lahirnya UU No. 21 Tahun 2000, ternyata belum merubah warna gerakan pekerja/buruh di Indonesia. Pengekangan terhadap gerakan SP/SB yang dimotori oleh Pemilik Modal sebagai pihak yang mempunyai kepentingan “memeras” keringat pekerja/buruh, didukung mutlak oleh Penguasa. ***
Sumber Berita :
Home »
Surat Kabar
» UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2000 DAN PERLAWANAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH
UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2000 DAN PERLAWANAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website
Ikrar Anggota :
IKRAR ANGGOTA SPSI :
1. Kami Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kami Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang setia kepada Pancasila dan UUD 1945, serta taat kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
3. Kami Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang selalu siap mempertahankan persatuan dan kesatuan Bangsa.
4. Kami Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang beretos kerja Produktif, Jujur, Disiplin dan Bertanggung Jawab.
5. Kami Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang siap bertekad mengembangkan kemitraan dalam Hubungan Industrial.
1. Kami Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kami Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang setia kepada Pancasila dan UUD 1945, serta taat kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
3. Kami Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang selalu siap mempertahankan persatuan dan kesatuan Bangsa.
4. Kami Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang beretos kerja Produktif, Jujur, Disiplin dan Bertanggung Jawab.
5. Kami Anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah Pekerja Indonesia yang siap bertekad mengembangkan kemitraan dalam Hubungan Industrial.