
"Ada salah kaprah di kalangan pengusaha, pekerja dan pemerintah sendiri, seolah upah minimun diberlakukan untuk semua level pekerja dan pekerjaan, ini yang salah," ujar Dita Indah Sari , Staf Khusus Menakertrans dalam diskusi di Jakarta bertajuk Buruh Mengeluh.
Dita mengingatkan, upah minimun hanya diberlakukan bagi pekerja yang masa kerjanya kurang 12 bulan dan masih lajang atau berkeluarga.
Maka, katanya, bagi pekerja yang sudah masuk masa kerja tahun ke dua sudah menjadi haknya untuk menuntut pemberlakukan upah yang bukan minimum lagi. Atau sekalipun belum 12 bulan tapi sudah menikah, maka pekerja berhak menerima upah yang lebih besar.
"Ini kan ukurannya bukan kos-kosan lagi, bukan satu kamar (lajang) tapi sudah mengontrak rumah (sudah berkelurga), bukan lagi upah minimun, upah minimun bukan segalanya," ucapnya.
Diakui Dita sesuai fakta yang terjadi, upah buruh di Indonesia memang masih tergolong kecil. "Memang ada fakta bahwa upah buruh masih sangat rendah. Kita tidak bisa berharap orang jadi sejahtera dengan upah minimun," kata Dita.
Hal itu pun diamini M. Iqbal, Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI). Fakta di lapangan, katanya, masih ada buruh yang sudah 15 tahun bekerja namun gajinya hanya Rp1,8 juta setiap bulannya.
"Perusahaan elektorink nomer dua di dunia, masih ada pekerjanya yang dengan masa kerja 15 tahun, tapi hanya dibayar Rp1,8 juta, ini karena mereka menganut rezim upah murah. Lalu buruh mncul kesadaran untuk menentang rezim upah murah," jelasnya.
Sumber Berita : http://nasional.inilah.com