Rabu pekan lalu di muka majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta, PT Gaya Makmur Indonesia membeberkan piutangnya yang belum terbayar dan memohon agar PT Dong Joe dinyatakan pailit.
PT Gaya Makmur Indonesia adalah salah satu rekan bisnis PT Dong Joe di bidang perdagangan mesin jahit, suku cadang, dan jasa perawatan mesin-mesin tersebut. Syahdan, perusahaan sepatu yang pernah menduduki peringkat 10 daftar pabrik sepatu terbesar di Indonesia itu meneken perjanjian senilai Rp 133,1 miliar. Kontrak itu ditujukan untuk membeli mesin-mesin jahit dan jasa perawatannya.
Lantas diterbitkanlah bilyet giro pada 10 September 2006 dan jatuh tempo pada 25 September 2006. Namun, PT Gaya Makmur Indonesia kecewa karena bilyet tersebut ditolak oleh Bank Permata karena tidak ada dananya. Hingga saat ini, tulis Defrizal (kuasa hukum PT Gaya Makmur Indonesia dalam permohonan pailitnya), kliennya belum mendapatkan pembayaran.
Selain itu, Defrizal juga mengungkapkan bahwa PT Dong Joe yang tak beroperasi membuat tidak adanya kepastian kapan piutang kliennya akan dibayar. Keadaan itu, tegasnya, juga membuat kepentingan kliennya tidak terlindungi.
Untuk menguatkan dalilnya, dalam permohonan pailitnya, Defrizal membeberkan bahwa PT Dong Joe juga memiliki utang kepada PT Jin II Indah, CV Makmur Jaya, dan PT Citra Indomold Sejahtera. Sayangnya, Defrizal tak mengungkapkan berapa nilai utang kepada masing-masing perusahaan itu. ”Nilai utang itu secara pasti akan diketahui setelah PT Dong Joe pailit,” tegas Defrizal seperti tertuang dalam permohonannya.
Jika menengok ketentuan dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU No. 37 Tahun 2004), PT Dong Joe sejatinya tak akan kuasa mengelak dari jerat pailit. Bahkan kuasa hukum perusahaan itu, Ahmad Taman, dalam berkas jawabannya mengungkapkan bahwa permohonan pailit yang diajukan oleh PT Gaya Makmur Indonesia dapat dikabulkan oleh majelis hakim.
Cuma, Ahmad tak lantas menyerah begitu saja. Kepada majelis hakim dia meminta agar kreditor-kreditor lain dari PT Dong Joe dihadirkan ke muka persidangan. Soalnya, demikian Ahmad, ada tiga pihak lain yang memiliki piutang lebih besar, yakni Bank BRI, Bank Ekspor Indonesia, dan Bank Central Asia.
Ketiga bank tersebut, demikian Ahmad, selain merupakan kreditor besar—jika dilihat dari sisi nilai utangnya—juga memiliki hak istimewa karena memegang jaminan aset dari PT Dong Joe. Apalagi, bank-bank dimaksud tengah membentuk tim yang mencoba membantu agar pabrik sepatu yang kini memiliki 6.300 karyawan itu tetap berjalan. Berkat toleransi dan bantuan finansial yang diberikan oleh ketiga kreditor itu, kata Ahmad, kliennya bisa memberikan gaji bulan Oktober 2006 dan tunjangan hari raya. ”Ketiga kreditor itu berkomitmen agar klien kami tidak bangkrut,” tulis Ahmad dalam jawabannya.
Komitmen itu dibuktikan dengan adanya upaya untuk mendapatkan persetujuan atau pelimpahan wewenang dari direksi dan pemegang saham mayoritas PT Dong Joe di Korea Selatan guna membuat skema penyelamatan perusahaan. ”Tim yang dibentuk ketiga kreditor itu akan berangkat ke Korea Selatan untuk meminta diadakannya RUPS guna menutup kekosongan direksi yang ada sekarang,” terang Ahmad.
Bukan hanya itu, selain rencana mengadakan rapat umum pemegang saham (RUPS) di Kedutaan Besar RI di Korea Selatan, tim tersebut juga memberikan opsi kepada pemegang saham untuk menunjuk langsung pihak yang berhak memegang wewenang di PT Dong Joe.
Sekadar menyegarkan ingatan, 14 Oktober 2006 lalu PT Dong Joe menghentikan produksinya. Cheon Seong Ho lantas kabur dari Indonesia. Padahal, pengusaha asal Negeri Ginseng itu meninggalkan utang ratusan miliar rupiah dan puluhan ribu buruh.
Syahdan, pada tahun 1991, Cheon mulai membangun PT Dong Joe untuk memproduksi alas kaki. Pabrik sepatu itu rupanya berkembang pesat. Lantas didirikanlah pabrik sepatu lainnya, PT Spotec. Dengan dua perusahaan itu, tahun lalu kapasitas produksinya mencapai 4,5 juta pasang atau sekitar 12,5% dari total kapasitas produksi sepatu di Indonesia. Kalangan perbankan pun melirik usaha itu.
Sindikasi perbankan yang dipimpin Bank Rakyat Indonesia mengucurkan pinjaman sebesar Rp 200 miliar untuk PT Dong Joe dan Bank Mandiri menggelontorkan dana berupa kredit investasi senilai Rp 133,46 miliar ke PT Spotec. Jika ditotal, kredit yang berhasil dikantongi dan dibawa kabur produsen sepatu merek Reebok, Rockport, Perry Ellis, Spotec, dan Adidas ini mencapai Rp 333,46 miliar.
Sejatinya, peluang ekspor sepatu saat ini menganga lebar. Soalnya, Uni Eropa tengah menerapkan antidumping terhadap produk alas kaki dari Cina dan Vietnam. Buntutnya, Indonesia menjadi sasaran para pembeli. Angka ekspor di bidang ini terus naik. Tengok saja, jika tahun 2002 nilainya baru US$ 1,148 miliar, maka tahun 2004 menjadi US$ 1,320 miliar dan tahun 2005 US$ 1,5 miliar. Sementara, tahun 2006 diprediksikan mencapai US$ 1,8 miliar.
HARTATI MURDAYA AKAN MASUK?
Tak heran jika sindikasi perbankan yang dimotori oleh BRI berharap pabrik sepatu itu tetap beroperasi. Sejumlah investor pun juga melirik perusahaan yang kini sedang sekarat itu. Menurut Adi Aktori, salah seorang karyawan PT Dong Joe, perusahaan itu akan dibeli oleh pabrik sepatu yang mengusung merek Puma yang kabarnya dimiliki oleh pengusaha Hartati Murdaya.
Hanya saja, kata Adi yang juga Ketua Serikat Pekerja di perusahaan itu, investor baru tadi masih menunggu kejelasan hukum atau legalitas dari pemegang saham lama dengan pemegang saham baru. Bila persoalan itu cepat selesai, maka bulan Januari nanti PT Dong Joe akan mulai beroperasi lagi. ”Kami berharap semua persoalan ini cepat selesai,” ujarnya penuh harap.
Adi yang mewakili sekitar 6.300 karyawan PT Dong Joe itu berharap bahwa perusahaan tempatnya bekerja masih terus berjalan dan beroperasi kembali. Kami, katanya, sudah hampir dua bulan dirumahkan, tapi kami terus mencoba menenangkan karyawan dan juga mengamankan aset yang ada.
Lebih dari itu, Ahmad menerangkan jika permohonan pailit dikabulkan oleh pengadilan, maka PT Gaya Makmur Indonesia selaku pemohon pailit tidak akan mendapatkan apa-apa. Pasalnya, seluruh aset pabrik sepatu itu sudah dijaminkan ke tiga bank tadi. ”Piutang tiga bank itu pun jumlahnya lebih besar dari aset yang ada,” cetusnya. o
Sumber Berita :http://www.majalahtrust.com/hukum/hukum/1044.php